Setelah permainan cintaku dengan Evi sore itu, kami jadi sering melakukannya apabila ada kesempatan.
Kadang kami bercinta di Kamar Evi dan kadang di kamarku.
Evi yang masih berusia 22 tahun itu bercerita tentang hilangnya kegadisannya oleh pacarnya ketika masih SMA.
Menurut ceritanya dia dijebak pacarnya untuk minum-minum ketika perayaan
ulangtahunnya yang ke 17. Ketika dia mulai mabuk dia dibawa pacarnya
dan di perkosa di hotel. Tragisnya dia diperkosa secara bergantian oleh 2
orang teman pacarnya saat itu.
Paginya setelah sadar dia di antar pulang dan pacar maupun kedua
temannya menghilang entah kemana. Setelah lulus SMA akhirnya dia
memutuskan untuk kuliah di Bali jurusan hotel dan tourisme. Sejak kuliah
di Bali pun dia sudah beberapa kali melakukan sex dengan beberapa teman
kuliah-nya. Hubungan kami pun cuma sebagai teman, tidak lebih, hubungan
kami berdasarkan suka sama suka. Mungkin karena usia ku yang lebih
muda. Hanya saja aku dapat previlege untuk tubuhnya kapan saja aku mau.
Hubunganku dengan Evi pun tidak diketahui oleh Silvi kakaknya yang sudah
bekerja di salah satu hotel di kawasan Jimbaran.
Silvi, tidak kalah cantiknya dengan Evi. Keduanya memiliki kulit yang
putih bersih. Silvi lebih dewasa dalam pembawaan dan enak juga diajak
ngobrol. Karena Silvi juga cantik aku sering bercanda dengan Evi
mengatakan ingin tahu rasanya bila berhubungan dengan Silvi. Evi kadang
tertawa dan kadang marah kalo aku berkata begitu. Walau marah, Evi akan
hilang kemarahannya kalau kucumu lagi.
Seperti halnya sore itu, Ketika aku baru pulang kuliah, kulihat kamar
Evi terbuka tetapi tidak ada orang didalamnya. Karena situasi kost yang
sepi akupun masuk ke kamarnya dan mendengar ada yang sedang mandi dan
akupun menutup pintu kamar Evi. Sudah seminggu lebih aku menginap di
Denpasar karena sedang ujian akhir.
Setelah pintu kututup, kupanggil Evi yang ada dikamar mandi.
"Vi, lagi mandi yah? tanyaku basa-basi.
Tidak ada jawaban dari dalam kamar mandi. Akupun melanjutkan.
"Kamu marah yah Vi?, Maaf yah aku gak kasih tahu kamu kalo aku mau
nginep di Denpasar. Hari ini aku mau buat kamu puas Vi. Aku akan cium
kamu, bikin kamu puas hari ini. Aku aka.
"Mandi kucing kan kamu Vi mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki." Rayuku.
Masih tidak ada jawaban dari dalam kamar mandi.
"Vi, ingat film yang dulu kita tonton kan. Aku akan bikin kamu puas
beberapa kali hari ini sebelum kau rasakan penisku ini Vi. Aku akan cium
vaginamu sampai kau menggelinjang puas dan memohon agar aku memasukkan
penisku".
Terdengar suara batuk kecil dari dalam kamar mandi.
"Vi, kututup pintu dan gordennya yah Vi". Akupun berbalik dan menutup gorden jendela yang memang masih terbuka.
Ketika gorden kututup, kudengar pintu kamar mandi terbuka. Akupun
tersenyum dan bersorak dalam hati. Setelah aku menutup gorden akupun
berbalik. Dan ternyata, yang ada dalam kamar mandi itu adalah Silvi,
kakak Evi, yang baru saja selesai mandi keluar dengan menggunakan
bathrope berwarna pink dan duduk diatas tempat tidur dengan kaki
bersilang dan terlihat dari belahan bathropenya.
Kaki yang putih terawat, betisnya yang indah terlihat terus hingga ke
pahanya yang putih, kencang dan seksi sangat menantang sekali untuk
dielus. Belum lagi silangan bathrope di dadanya agak kebawah sehingga
terlihat dada putih dan belahan payudaranya. Kukira ukuran Branya
sedikit lebih besar dari Evi, karena aku belum pernah menyentuhnya.
"Evi sedang ke Yogya, dia sedang Praktek kerja selama 2 bulan" Kata Silvi sambil memainkan tali bathrope-nya.
"Jadi selama ini kamu suka make love ya sama Evi, padahal aku percaya kamu tidak akan begitu sama adikku"
"Maaf Mbak, aku gak tahu kalo yang didalam itu Mbak Silvi" Kataku sambil mataku memandang wajah Silvi.
Rambutnya yang hitam sepundak tergerai basah. Dada yang putih dengan
belahan yang terlihat cukup dalam. Paha yang putih mulus dan kencang
hingga betis yang terawat rapih. Kalau menurutku Silvi boleh mendapat
angka 8 hingga 8,5.
"Lalu kalo bukan Mbak kenapa?, Kamu enggak mau mencium Mbak, buat Mbak
puas, memandikucingkan Mbak seperti yang kamu bilang tadi?" Tanya Silvi
memancingku.
"Aku sih mau aja Mbak kalo Mbak kasih" Jawabku langsung tanpa pikir lagi
sambil melangkah ke tempat tidur. Sebab sebagai laki-laki normal aku
sudah tidak kuat menahan nafsuku melihat sesosok wanita cantik yang
hampir pasti telanjang karena baru selesai mandi. Belum lagi pemandangan
dada dan putih mulus yang sangat menggoda.
"Kamu sudah lama make love dengan Evi, Ren?" Tanya Silvi ketika aku
duduk di sebelah kirinya. Aku tidak langsung menjawab, setelah duduk di
sebelahnya aku mencium wangi harum tubuhnya.
"Tubuh Mbak harum sekali", kataku sambil mencium lehernya yang putih dan jenjang.
Silvi menggeliat dan mendesah ketika lehernya kucium, mulutku pun naik
dan mencium bibirnya yang mungil dan merah merekah. Silvi pun membalas
ciumanku dengan hangatnya. Perlahan kumasukkan lidahku ke dalam rongga
mulutnya dan lidah kami pun saling bersentuhan, hal itu membuat Silvi
semakin hangat.
Perlajan tangan kiriku menyelusup ke dalam bath robenya dan meraba
payudaranya yang kenyal. Sambil terus berciuman kuusap dan kupijat
lembut kedua payudaranya bergantian. Payudaranya pun makin mengeras dan
putingnyapun mulai naik. Sesekali kumainkan putingnya dengan tanganku
sambil terus melumat bibirnya.
Aku pun mengubah posisiku, kurebahkan tubuh Silvi di tempat tidur sambil
terus melumat bibirnya dan meraba payudaranya. Setelah tubuh Silvi
rebah, perlahan mulutku pun turun ke lehernya dan tanganku pun menarik
tali pengikat bathrope-nya. Setelah talinya terlepas kubuka bathropenya.
Aku berhenti mencium lehernya sebentar untuk melihat tubuh wanita yang
akan kutiduri sebentar lagi, karena aku belum pernah tubuh Silvi tanpa
seutas benang sedikitpun. Sungguh pemandangan yang indah dan tanpa cela
sedikit pun.
Payudaranya yang putih dan tegak menantang berukuran 36 C dengan puting
yang sudah naik sangat menggairahkan. Pinggang yang langsing karena
perutnya yang kecil. Bulu halus yang tumbuh di sekitar selangkangannya
tampak rapi, mungkin Silvi baru saja mencukur rambut kemaluannya.
Sungguh pemandangan yang sangat indah.
"Hh" Desah Silvi membuyarkan lamunanku, Aku pun langsung melanjutkan
kegiatanku yang tadi terhenti karena mengagumi keindahan tubuhnya.
Kembali kulumat bibir Silvi sambil tanganku mengelus payudaranya dan
perlahan-lahan turun ke perutnya. Ciumanku pun turun ke lehernya.
Desahan Silvi pun makin terdengar. Perlahan mulutku pun turun ke
payudaranya dan menciumi payudaranya dengan leluasanya. Payudaranya yang
kenyal pun mengeras ketika aku mencium sekeliling payudaranya.
Tanganku yang sedang mengelus perutnya pun turun ke pahanya. Sengaja aku
membelai sekeliling vaginanya dahulu untuk memancing reaksi Silvi.
Ketika tanganku mengelus paha bagian dalamnya, kaki Silvi pun merapat.
Terus kuelus paha Silvi hingga akhirnya perlahan tanganku pun ditarik
oleh Silvi dan diarahkan ke vaginanya.
"Elus dong Ren, Biar Mbak ngerasa enak Ren" Ucapnya sambil mendesah.
Bibir vagina Silvi sudah basah ketika kesentuh. Kugesekan jariku
sepanjang bibir kemaluan Silvi, dan Silvi pun mendesah. Tangannya
meremas kepalaku yang masih berada di payudaranya.
"Ahh, terus Ren", Pinggulnya makin bergyang hebat sejalan dengan rabaan
tanganku yang makin cepat. Jari-jariku kumasukkan kedalam lubang
vaginanya yang semakn basah.
"Ohh Ren enak sekali Ren", desah Silvi makin hebat dan goyangan pinggulnya makin cepat.
Jariku pun semakin leluasa bermain dalam lorong sempit vagina Silvi.
Kucoba masukan kedua jariku dan desahan serta goyangan Silvi makin hebat
membuatku semakin terangsang.
"Ahh Ren", Silvi pun merapatkan kedua kakinya sehingga tanganku terjepit
di dalam lipatan pahanya dan jariku masih terus mengobok-obok vaginanya
Silvi yang sempit dan basah.
Remasan tangan Silvi di kepalaku semakin kencang, Silvi seperti sedang
menikmati puncak kenikmatannya. Setelah berlangsung cukup lama Silvi pun
melenguh panjang jepitan tangan dan kakinya pun mengendur.
Kesempatan ini langsung kupergunakan secepat mungkin untuk melepas kaos
dan celana jeansku. Penisku sudah tegang sekali dan terasa tidak nyaman
karena masih tertekan oleh celana jeansku. Setelah aku tinggal
mengunakan CD saja kuubah posisi tidur Silvi. Semula seluruh badan Silvi
ada di atas tempat tidur, Sekarang kubuat hanya pinggul ke atas saja
yang ada di atas tempat tidur, sedangkan kakinya menjuntai ke bawah.
Dengan posisi ini aku bisa melihat vagina Silvi yang merah dan indah.
Kuusap sesekali vaginannya, masih terasa basah. Akupun mulai menciumi
vaginanya. Terasa lengket tapi harum sekali. Kukira Silvi selalu menjaga
bagian kewanitaannya ini dengan teratur sekali.
"Ahh Ren, enak Ren", racau Silvi. Pinggulnya bergoyang seiring jilatan
lidahku di sepanjang vaginanya. Vagina merahnya semakin basah oleh
lendir vaginanya yang harum dan jilatanku. Desahan Silvi pun makin hebat
ketika kumasukkan lidahku kedalam bibit lubang vaginanya. Evi pun
menggelinjang hebat.
"Terus Ren", desahnya. Tanganku yang sedang meremas pantatnya yang padat
ditariknya ke payudara. Tnagnku pun bergerak meremas-remas payudaranya
yang kenyal. Sementara lidahku terus menerus menjilati vaginanya.
Kakinya menjepit kepalaku dan pinggulnya oun bergerak tidak beraturan.
Sepuluh menit hal ini berlangsung dan Silvi pun menalami orgasme yang
kedua.
"Ahh Ren, aku keluar Ren", aku pun merasakan cairan hangat yang keluar
dari vaginanya. Cairan itu pun kujilat dan kuhabiskan dan kusimpan dalam
mulutku dan secepatnya kucium bibir Silvi yang sedang terbuka agar dia
merasakan cairannya sendiri.
Lama kami berciuman, dan perlahan posisi penisku sudah berada tepat
didepan vaginanya. Sambil terus menciumnya kugesekkan ujung penisku yang
mencuat keluar CD ku ke bibir vaginanya. Tangan Silvi yang semula
berada disamping bergerak ke arah penisku dan menariknya. Tangannya
mengocok penisku perlahan-lahan.
"Besar juga punya kamu Ren, panjang lagi" Ucap Silvi di sela-sela ciuman kami.
Sambil masih berciuman aku melepaskan CDku sehingga tangan Silvi bisa
leluasa mengocok penisku. Setelah lima menit akupun menepis tangan Silvi
dan menggesekkan penisku dengan bibir vaginanya. Posisi ini lebih enak
dibandingkan dikocok.
Perlahan aku mulai mengarahkan penisku kedalam vaginanya. Ketika penisku
mulai masuk, badan Silvi pun sedikit terangkat. Terasa basah sekali
tetapi nikmat. Lobang vaginanya lebih sempit dibandingkan Evi, atau
mungkin karena lubang vaginanya belum terbiasa dengan penisku.
"Ahh Rensha.. Begitu sayang, enak sekali sayang" Racaunya ketika penisku
bergerak maju mundur. Pinggul Silvi pun semakin liar bergoyang
mengimbangi gerakanku. Akupun terus menciumi bagian belakang lehernya.
"Ahh.." desahnya semakin menjadi. Akupun semakin bernafsu untuk terus
memompanya. Semakin cepat gerakanku semakin cepat pula goyangan pinggul
Silvi. Kaki Silvi yang menjuntai ke bawah pun bergerak melingkari
pinggangku. Akupun mengubah posisiku sehingga seluruh badan kami ada di
atas tempat tidur.
Setelah seluruh badan ada diatas tempat tidur, akupun menjatuhkan dadaku
diatas payudara besar dan kenyalnya. Tanganku pun bergerak ke belakang
pinggulnya dan meremas pantatnya yang padat.
Goyangan Silvi pun semakin menjadi-jadi oleh remasan tanganku di
pantatnya. Sedangkan pinggulku pun terus menerus bergerak maju mundur
dengan cepat dan goyangan pinggul Silvi yang semakin liar.
"Ren.. Kamu hebat Ren.. Terus Ren.. Penis kamu besar keras dan panjang
Ren.. Terus Ren.. Goyang lebih cepat lagi Ren.." begitu racau Silvi di
sela kenikmatannya.
Aku pun semakin cepat menggerakkan pinggulku. Vagina Slvi memang lebih
enak dari Evi adiknya. Lebih sempit sehingga penisku sangat menikmati
berada di dalam vaginanya. Goyangan Silvi yang makin liar, desahan yang
tidak beraturan membuatku semakin bernafsu dan mempercepat gerakanku.
"Mbak aku mau keluar Mbak" Kataku.
"Di dalam aja Ren biar enak" desah Silvi sambil tangannya memegang
pantatku seolah dia tidak mau penisku keluar dari vaginanya sedikitpun.
"Ahh" Desahku saat aku memuntahkan semua cairanku kedalam lubang rahimnya.
Tangan Silvi menekan pantatku sambil pinggulnya mendorong keatas, seolah
dia masih ingin melanjutkan lagi, matanya pun terpejam. Aku pun mencium
bibir Silvi. Dengan posisi badanku masih diatasnya dan penisku masih
dalam vaginanya. Mata Silvi terbuka, dia membalas ciuman bibirku hingga
cukup lama. Badannya basah oleh keringatnya dan juga keringatku.
"Kamu hebat Ren, aku belum pernah sepuas ini sebelumnya" Kata Silvi.
"Mbak juga hebat, vagina Mbak sempit, legit dan harum lagi." Ucapku.
"Memang vagina Evi enggak" senyumnya sambil menggoyangkan pinggulnya.
"Sedikit lebih sempit Mbak punya dibanding Evi" jawabku sambil
menggerakkan penisku yang masih menancap di dalamnya. Tampaknya Silvi
masih ingin melanjutkan lagi pikirku.
"Penis kamu masih keras Ren?" tanya Silvi sambil memutar pinggulnya.
"Masih, Mbak masih mau lagi?" tanyaku
"Mau tapi Mbak diatas ya" Kata Silvi.
"Cabut dulu Ren"
Setelah dicabut, mulut Silvi pun bergerak dan mencium penisku, Silvi
mengulum penisku terlebih dahulu sambil memberikan vaginanya padaku.
Kembali terjadi pemanasan dengan posisi 69. Desahan-desahan Silvi,
vagina Silvi yang harum membuatku melupakan Evi sementara waktu.
Hari itu sejak pukul lima sore hingga esok paginya aku bercinta dengan
Silvi, entah berapa kali kami orgasme. Dan itu pun berlangsung hampir
setiap malam selama Evi belum kembali dari Praktek Kerjanya di yogya
selama 2 bulan lebih. Kupikir mumpung Evi tidak ada kucumbu saja
kakaknya dulu
+ komentar + 1 komentar
Khusus Dewasa 17+
Bokep Top Indo
Download Bokep Gratis
Cerita Sex Dewasa
Cerita Anak dewasa Sex
Ikut Menyimak artikel anda min, klo sempet berkunjung balik ya min, Kilk artikel aku www.kedaiobatimport.com ..
Aku Tunggu artikel anda berikutnya Ya.. #Pembaca_Setia_Blog_ANDA By: Faris Des'tavino
INFO KESEHATAN DAN KECANTIKAN
✔ Obat Pembesar Penis Vimax Asli
✔ Alat Vacum Pembesar Penis
✔ Pembesar Penis Celana Vakoou Usa
✔ Pelangsing Fruit Plant
✔ Obat Perangsang Wanita
✔ Obat Penyubur Sperma
✔ Obat Kuat Sex
✔ Obat Bius Liquid Sex
✔ Alat Pembesar Panyudara
✔ Pemerah Bibir
✔ Perontok Bulu Kaki
✔ Cream Pemutih Wajah
✔ Obat Peninggi Badan
✔ Obat Perapat Vagina
✔ Cream Pembesar Pantat
✔ Obat Penggemuk Badan
✔ Alat Bantu Sex Wanita
✔ Alat Bantu Sex Pria
Hotline : 0822 2772 6489 || 0857 1330 8883
Pin bbm : 2B2CBB63
Posting Komentar